Selasa, 22 April 2008

KADO KEMISKINAN

Peringatan ulangtahun RI yang sudah memasuki tahun ke 63 akan kita jelang dengan kondisi berbagai persolaan bangsa ini, tentang beni-beni disentegrasi, politik, ekonomi, sosial, pertahanan, keamanan, yang tak pernah memberikan nilai memuaskan, dengan penekanan diskripsi lemahnya ekonomi kita yang berimbas pada kemiskinan di bumi nusantara ini, probabilitas pengaruh globalisasi ke dalam sendi ekonomi indonesia ini terlihat, pada prodak energi (migas) dan pangan menjadi langkah dan para kapital corpereisen dapat menentukan pasang pasar dan harga pasar.
Seharus kita harus berbenah diri dalam menyikapi pengaruh globalisasi dunia, dimana tidak menutup kemungkinan negara ini akan menjadi milik negara asing,
serta kita dapat mereview hasil dari perjuangan anak bangsa, dalam menurunkan angka kemiskinan, penekanan jumlah kemiskinan, terlihat jelas dalam UUD 1945, bahwa
” orang miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”
dengan memberikan makan, sandang dan perumahanyang cukup bagi orang miskin.
Yang menjadikan kabut seribu pertanya adalah :
Apakah rel (UUD’45) yang telah menjadi patron tersebut dapat membawa kita keluar dari pemiskinan global, dan marilah kita-kita menjadi relawan pejuang-2 kemiskinan?

Potret kemiskinan banyak kita temui di belahan bumi nusantara ini, dan begitu banyak data kemiskinan, busung lapar dan pengangguran dan sebagainya, dari data tersebut validasi dapat di pertanggungjawabkan, dan pemerintah menyikapi bahwa data tersebut memeliki error sampling, oleh karena instruksional telah sampai pada lembaga pemerintah yang paling bawah.

REALITAS:

BUSUNG LAPAR
CONTOH KASUS : Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, sejak Januari lalu telah ditemukan 206 anak usia di bawah lima tahun yang mengalami gizi buruk dan lebih dari 2000 balita lainnya kekurangan gizi (Kompas, 15/02/06). Di Nusa Tenggara Barat, selama awal tahun 2006 hingga 14 Februari, sudah empat anak berusia balita meninggal akibat busung lapar (Kompas, 17/02/06)

Secara keseluruhan, sejak januari sampai november 2005, terdapat 71.815 balita yang menderita gizi buruk di Indonesia. Dari jumlah itu, 232 di antaranya meninggal dunia. Perinciannya adalah sebagai berikut: 3.438 kasusu di Nusa Tenggara Barat, 33 di antaranya meninggal; 12.028 kasusu di Jawa Tengah, 94 di antaranya meninggal; 13.969 kasus di Nusa Tenggara Timur, 52 di antaranya meninggal; 56 kasusu di Riau, 4 di antaranya meninggal; 3.763 kasus di Nanggroe Aceh Darussalam, 8 di antaranya meninggal; 1.155 kasus di Papua, 3 di antaranya meninggal; 56 kasusu di Kalimantan Selatan, 4 di antaranya meninggal; 39 kasus di Kalimantan Tengah, 1 di antaranya meninggal; 5 kasusu di Maluku, 1 di antaranya meninggal (Suara Pembaruan, 11/02/06).

KEMISKINAN KOTA DAN DESA
Dengan melihat realitas kemiskinan di Indonesia, dibutuhkan kepekaan yang kongkrit, cepat, terarah, dan perlakuan khusus atau sentuhan-sentuhan nurani, yaitu dengan kelama-lembutan bukan dengan kekerasan, kasih sayang, kehangatan, perasaan aman, dan sebagainya sehingga masyarakat miskin akan tumbuh sehat, kuat dan cerdas.

PENDUDUK MISKIN
DI PERKOTAAN DAN PERDESAAN
TAHUN 1998 s.d 2005

Tahun Jumlah Penduduk Miskin (juta) Presentase PendudukMiskin
Kota Naik/Turun Desa Naik/Turun Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa
1998 17,60 0 31,90 0 49,50 21,92 25,72 24,23
1999 15,64 1,96 32,33 -0,43
47,97 19,41 26,03 23,43
2000 12,30 3,34 26,40 5,93 38,70 14,60 22,38 19,14
2001 8,60 3,70 29,30 -2,9 37,90 9,76 24,84 18,41
2002 13,30 -4,70 25,10 4,2 38,40 14,46 21,10 18,20
2003 12,20 1,10 25,10 0 31,30 13,57 20.23 17,42
2004 11,40 -0,80 24,80 0,3 36,10 12,13 20,11 16,66
2005 12,40 -1,00 22,70 2,1 35,10 11,37 19,51 15,97
Sumber: Diolah kembali dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas

Dari tabel diatas terlihat jelas tiap tahunnya jumlah penduduk miskin di perkotaan dan di perdesaan, pada tahun 1998 jumlah penduduk miskin di perkotaan 17,60 juta jiwa dan di perdesaan 31,90 juta jiwa, jadi total penduduk miskin pada tahun 1998 49,50 juta jiwa. Sedangkan pada tahun 2005 kemiskinan diperkotaan 12,40 juta jiwa dan di perdesaan jumlah penduduk miskin mencapai 22,70 juta jiwa. Pada kolom persentase penduduk miskin pada tahun 1998 sebesar 24,23 %, dan pada tahun 2005 persentase penduduk miskin mencapai 15,97 % dan pada maret 2006 Jumlah penduduk miskin sebesar 39,05 juta (17,75 persen) sehingga mengalami peningkatan sebesar 3,95 juta dan sebagian besar (63,41 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan.

Dari berbagai langkah-langkah yang telah diambil oleh pemerintah dalam menanggulangi atau menurunkan angka kemiskinan melalui program IDT, P2KP, PPK, P2DTK, PDMDKE dan lainnya, yang saat ini telah terintegrasi dalam PNPM Mandiri, dapat memberikan konstribusi yang besar dalam menurunkan angka kemiskinan di Indonesia, namun apa yang terjadi dari hasil kajian dari sumberdata Susenas (tabel diatas). Begitu banyaknya program/proyek yang di luncurkan ke masyarakat tidak membawa perubahan yang signifikan tiap tahunnya, adalah sebagai berikut :

Tahun 1998-1999 : Jumlah penduduk miskin terjadi penurunan di wilayah perkotaan 1,96 juta jiwa, sedangkan di wilayah perdesaan jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan 430 ribu jiwa.

Tahun 2000-2001 : jumlah penduduk miskin terjadi penurunan di wilayah perkotaan 3,70 juta jiwa, sedangkan di wilayah perdesaan berbalik dari wilayah perkotaan mengalami kenaikan jumlah penduduk miskin yaitu sebanyak 2,90 juta jiwa.

Tahun 2002-2003 : Jumlah penduduk miskin di wilayah perkotaan mengalami penurunan kembali 1,10 juta jiwa, sedangkan di wilayah perdesaan tidak ada perubahan penurunan atau kenaikan jumlah penduduk miskin atau 0 juta jiwa.
Namun tidak dapat disangkal pula penurunan angka kemiskinan di wilayah perdesaan yaitu pada kurun waktu tahun 1999-2000 yaitu sebanyak 5,93 juta jiwa dan pada tahun 2001-2002 terjadi penurunan angka kemiskinan 4,20 juta jiwa, dan apakah penurunan angka kemiskinan ini akan bergerak menurun tiap tahunnya ?
Proyek-proyek yang dibiayai dengan pinjaman dari lembaga keuangan internasional dan perbankan negara-negara maju yang pada awalnya dirasakan negara-negara berkembang sebagai bantuan telah menyeret mereka dalam hutang luar negeri yang tidak pernah habis dan entah kapan akan berakhir. Mereka mesti mempersembahkan porsi yang luar biasa besarnya dari anggaran nasionalnya untuk membayar hutang-hutang mereka, sebagai ganti memakai modalnya untuk membantu jutaan warga mereka yang secara resmi digolongkan sebagai melarat pada tingkat yang berbahaya. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi di negara-negara tersebut hanya bermanfaat bagi segelintir penduduk menengah keatas, dan mungkin sesungguhnya mengakibatkan keputusasaan yang makin meningkat bagi sebagian besar penduduknya.

Dari kondisi tiap tahunnya yang menjadi bahan pertanya apakah program pemerintah tidak menyentuh kehidupan penduduk miskin di perdesaan ?, dan mengapa puluhan program pemerintah tidak mampu menurunkan angka kemiskinan yang signifikan ? hal ini yang menjadi renungan kita semua.

Tidak ada komentar: